Hati saya langsung melonjak gembira begitu melihat replika candi Borobudur, di tempat yang berjarak 3.400 kilometer dari tempat aslinya. Mengelilingi taman Window of the World yang berada di Shenzhen, Cina, memang bagaikan mengelilingi dunia!
Versi mungil Borobudur ada di sini! Foto: Syanne Susita
Setiap kali berkunjung ke Hongkong, saya selalu ingin mampir ke Shenzhen tapi baru kali ini keinginan itu tercapai. Perjalanan menuju Shenzhen dimulai dari stasiun Kowloon Tong hingga stasiun terakhir Lou Hu, yang merupakan perbatasan Hongkong-Shenzhen.
Berjalan sedikit ke depan stasiun, meja imigrasi — yang menandakan saya keluar dari Hongkong — langsung menyambut. Hanya di Lou Hu warga Indonesia bisa mendapat “visa on arrival” (visa yang diurus saat kedatangan) untuk masuk Shenzhen.
Biaya visa 180 yuan (Rp 200 ribu) dan berlaku maksimal lima hari.
Warga Negara Indonesia mesti memiliki "visa on arrival" untuk masuk Shenzhen. Foto: Syanne Susita
Berbeda dengan kota-kota besar di Cina seperti Beijing dan Shanghai, Shenzhen tidak memiliki terlalu banyak monumen atau bangunan kuno peninggalan sejarah. Maklum, kota ini adalah kota pertama yang dipilih sebagai zona ekonomi khusus. Tak heran warganya pun kebanyakan pendatang dari seluruh penjuru negeri.
Yang jadi daya tarik kota ini adalah gedung-gedung tinggi yang bertebaran. Gedung Diwang, yang terletak di Hua Qiang Bei merupakan gedung tertinggi ke-14 di dunia. Selain itu, daya tarik Shenzhen adalah (berdasarkan hasil survei saya) tiga taman hiburan yang jadi kebanggan.
Salah satunya adalah taman Window of the World, di tengah kota.
Usai melewati imigrasi, saya langsung menuju stasiun kereta bawah tanah, naik jalur kereta No.1 dan turun di stasiun Window of the World (stasiun Shijiezhichuang). Ongkosnya cukup murah, hanya 4 yuan alias Rp 5 ribu untuk melewati 14 stasiun.
Keluar melalui pintu J di stasiun, saya langsung disuguhi replika Piramida Louvre Paris di sisi kanan. Sedangkan di pintu masuk, terlihat replika Menara Eiffel dan patung-patung tokoh sejarah seperti Michaelangelo.
Harga masuk taman yang dibangun pada 1994 ini 140 yuan (Rp 215 ribu rupiah), belum termasuk harga tiket naik ke atas Eiffel atau monorail untuk mengelilingi taman.
"Keliling dunia" dengan 140 yuan. Foto: Syanne Susita
Dengan luas hampir 840 ribu persegi, berjalan kaki menjelajahi taman memerlukan waktu seharian. Jangan lupa meminta denah taman dalam bahasa Inggris agar lebih efektif mengelilingi taman — apalagi jika ingin menonton parade penampilan artis dari berbagai negara di malam hari.
Dibagi dalam beberapa kawasan, Window of the World punya beberapa tempat menarik untuk dicoba. Replika Borobudur ada di kawasan Asia. Saya bersantai dan menikmati pemandangan asri di kolam di taman Jepang. Ratusan ikan koi di kolam itu membuat saya gemas.
Di Shenzhen pun Anda bisa melihat Louvre. Foto: Syanne Susita
Yang harus dicoba dalam taman ini adalah mencoba lift ke puncak menara Eiffel dan melihat tata kota Shenzen dari atas. Selain itu, jangan lupa mencoba naik perahu yang mengelilingi kawasan Amerika, sekaligus mengintip replika air terjun Niagara.
Satu hal yang membuat saya sedikit kurang bersemangat melihat sekitar 130 replika di taman ini adalah kondisi beberapa replika yang tidak terawat. Contohnya saja Piazza San Marco atau lebih dikenal dengan lapangan Santo Markus. Beberapa pilar dan tegel di dinding replika sudah hancur atau lepas.
Ini tentu saja sangat mengurangi keindahan replika. Jauh sekali dengan aslinya.
0 komentar:
Posting Komentar